Selasa, 11 Januari 2011

ISU KEBIJAKAN SUPERVISI PENDIDIKAN

ANALISIS

ISU KEBIJAKAN SEPUTAR SUPERVISI PENDIDIKAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Supervisi pendidikan merupakan bagian dari fungsi-fungsi pokok administrasi pendidikan. Oleh karena itu, sebagai bagian penting yang tidak terpisahkan dengan bagian lainnya, isu kebijakan mengenai supervise pendidikan selalu saja menarik untuk dibicarakan. Pembicaraan tentang hal ini, tentu saja tidak dapat dilepaskan dengan administrasi pendidikan itu sendiri. Fungsi - fungsi pokok administrasi pendidikan secara keseluruhan adalah perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengoordinasi (coordinating), komunikasi (communication), Supervisi (supervision), Kepegawaian (staffing), pembiayaan (budgeting), dan penilaian (evaluating). Seluruh fungsi ini harus berjalan dengan baik sehingga jika administrasi pendidikan berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya, dapat ditentukan administrasinya baik dan berhasil.

Pembicaraan mengenai administrasi Pendidikan, dalam hal ini, hanya dalam ruang lingkup administrasi persekolahan. Oleh karena itu, pembicaraan berikut hanya yang berhubungan dengan administrasi sekolah, termasuk pembicaraan tentang supervise pendidikan di sekolah. Supervisi pada tingkat sekolah, tentunya dilakukan oleh kepala sekolah. Dalam hal ini, kepala sekolah bertangggung jawab atas segala permasalahan yang ada di sekolah khususnya, segala aspek untuk sebesar-besarnya tercapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.

Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi. Supervisi sebagai fungsi administrasi pendidikan berarti aktivitas-aktivitas untuk menentukan kondisi-kondisi atau syarat-syarat esensisl yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan pendidikan [1]. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, supervise sebagai salah satu fungsi pokok dalam administrasi pendidikan menurut keterlibatan berbagai pihak. Selain pengawas dari Dinas Pendidikan, baik tingkat kecamatan atau kabupaten/ kota dalam ruang lingkup yang lebih luas, kepala sekolah juga merupakan pengawas atau supervisor bagi para guru dan pegawai lainnya yang ada di tingkat sekolah. Pada tingkat sekolah, kepala sekolah dalam menjalankan fungsinya sebagai supervisor dituntut dari dirinya suatu kompetensi yang memungkinkannya dapat atau mampu meneliti, mencari, dan menentukan syarat-syarat yang diperlukan bagi upaya mencapai kemajuan sekolahnya. Dengan demikian, diharapkan berbagai tujuan pendidikan pada tingkat sekolah tersebut dapat dicapai secara maksimal. Upaya untuk mencapai tingkat kemajuan diatas, harus terus menerus dilakukan oleh kepala sekolah selaku supervisor. Segala hal yang berhubungan dengan pencapaian tersebut, perlu dicermati oleh kepala sekolah. Jadi, dapat dikatakan bahwa kepala sekolah, disamping bertanggung jawab dalam hal kelancaran proses belajar mengajar dan kegiatan administrator, juga bertanggung jawab mengawasi, membina, dan memotivasi kinerja para guru dan pegawai lainnya sebagai wujud perannya selaku supervisor.

Disamping itu ada pula supervise yang dilakukan oleh para penilik dan pengawas dari dinas pendidikan tingkat kecamatan atau kota. Mereka ini datang dan berkunjung secara berkala ke setiap sekolah yang menjadi binaan mereka. Sebagaimana kepala sekolah, para penilik dan pengawas ini juga melakukan pengawas dan pembinaan kinerja para kepala sekolah, guru-guru, dan pegawai lainnya dalam rangka peningkatan mutu dan kemajuan suatu sekolah. Supervisi yang dilakukan oleh para penilik, pengawas atau kepala sekolah harus memperhatikan prinsip-prinsip supervise. Adapun prinsip – prinsip dalam melakukan supervise tersebut yaitu :

  1. Harus bersifat konstruktif
  2. Harus didasrkan atas keadaan dan kenyataan yang sebenarnya
  3. Harus sederhana dan informal dalam pelaksanaannya
  4. Harus dapat memberikan perasaan aman kepada para guru dan pegawai yang disupervisi
  5. Harus didasarkan atas hubungan professional
  6. Harus selalu memperhintungkan kesanggupan, sikap, dan mungkin prasangka guru-guru dan pegawai sekolah.
  7. Tidak bersifat mendesak/ menekan
  8. Tidak boleh disadarkan atas kekuasaan pangkat, kedudukan dan kekuasaan pribadi.
  9. Tidak boleh bersifat mencari-cari kesalahan atau kekurangan
  10. Tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil dan tidak boleh terlalu lekas merasa kecewa.
  11. Hendaknya juga bersifat preventif, korektif, dan kooperatif[2]

Mengacu pada sebelas butir prinsip supervise di atas, jika benar-benar diperhatikan dan dilaksanakan baik oleh kepala sekolah atau oleh penilik dan pengawas, dapat diharapkan setiap sekolah akan memperlihatkan kemajuan yang lebih signifikan dan peningkatan mutu kearah yang lebih bermakna. Selain itu, ada pula hal-hal yang turut mempengaruhi keberhasilan dari sebuah supervise. Sebagai mana dijelaskan oleh purwanto, keberhasilan dari tindakan supervise turut dipengaruhi oleh :

1. Lingkungan masyarakat tempat sekola itu berada

2. Besar kecilnya sekolah

3. Tingkatan dan jenis sekolah

4. Keadaan guru-guru dan pegawai yang ada

5. Kecakapan dan keahlian supervisor[3]

Setelah mencermati hal-hal yang ideal diatas, perlu dikaji lebih lanjut bagaimana hal sebenarnya terjadi. Dalam tulisan ini, lebih lanjut akan dilihat tentang konsep supervise tersebut. Selain itu, perlupula dicermati tentang fungsi dan peran supervise disekolah oleh kepala sekolah dan para pengawas serta deskripsi tentang bentuk supervise yang ideal.

B. Tujuan Yang Diharapkan

Setelah memerhatikan latar belakang diatas, tujuan penulisan ini, ditetapkan sebagai berikut:

1. Ingin mendeskripsikan lebih jauh mengenai konsep supervise

2. Melihat dan mengangkat fenomena yang terjadi disekolah tentang tindakan supervise yang dilakukan oleh kepala sekolah dan para pengawas

3. Mencari dan menentukan bentuk-bentuk supervise yang ideal.

C. Realita Di Lapangan

Supervisi yang ada di sekolah yang dilakukan oleh kepala sekolah kepada para guru dan pegawai lainnya merupakan suatu yang amat dibutuhkan dan menjadi sebuah keniscayaan. Fungsi kepala sekolah sebagai supervisor merupakan bagian yang terintergrasi dengan fungsi administrasi pendidikan lainnya. Kepala sekolah merupakan sosok sentral yang menjadi tumpuan bagi pengambilan kebijakan pada tataran sekolah, baik sebagai administrator, motivator, atau supervisor. Kepala sekolah merupakan orang yang bertanggung jawab penuh akan keberhasilan sekolah tersebut menjalankan fungsi-fungsinya sebagai lembaga pendidikan. Sementara itu, guru-guru dan para pegawai lainnya merupakan actor lain yang turut serta bermain dalam arena kependidikan tersebut. Keberhasilan kepala sekolah bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan individualnya, melainkan turur pula ditentukan oleh kerja samanya dengan para guru dan pegawai lain yang ada di sekolah tersebut. Dalam kapasitasnya tersebut, kepala sekolah juga merupakan seorang manajer atau seorang organisatoris.

1. Kepala sekolah : Penguasa Tunggal?

Dalam banyak kasus yang terjadi dilapangan, sering kali kepala sekolah lebih banyak berperan sebagai seorang pimpinan atau penguasa tunggal pada tingkatan sekolah. Sering pula disebut kepala sekolah tersebut sebagai raja-raja kecil yang memiliki kekuasaan penuh atas segala kepemiliki asset sekolah, pendapatan dan pemasukan keuangan sekolah, atau penentu nasib para pegawainya, termasuk di dalamnya, yang berkehendak atas naik tidaknya pangkat para guru dan pegawainya. Kepala sekolah tersebut sering kali bertindak sewenang-wenang dalam pengambilan kebijakan-kebijakannya. Bagi para guru dan pegawai yang memiliki kemampuan dalam mengambil hati dengan istilah kasarnya mahir menjilat, mempunyai peluang untuk kecipratan rezeki dari kerakusan kepala sekolah tersebut. Akan tetapi, bagi para guru dan pegawai lainnya yang tergolong dalam garis oposisi dan berani melawan berbagai kebijakan kepala sekolah atau setidak-tidaknya menurut kepala sekolah guru tersebut termasuk tidak patut/ nurut, maka harus bersiap-siap untuk menerima berbagai sanksi, seperti, kenaikan pangkatnya dipersulit, rezekinya dipotong di tengah jalan, promosi jabatan tidak diurus atau tidak diberikan, peluang karier ditutup dan sebagainya.

Pada kondisi yang demikian itu, tindakan supervise sama artinya dengan tindakan mencari-cari kesalahan atau kekurangan para bawahannya. Supervise merupakan ajang untuk melakukan penekanan - penekanan. Dalam situasi seperti itu, suasana yang muncul adalah suasana ketakutan, seperti takut berbuat kesalahan, takut dimarahi, takut keliru, takut tidak menentu, atau takut yang tidak beralasan. Hal inmi akan menciptakan suasana ketidaknyamanan bekerja, inisiatif dan kreativitas guru dalam mengajar diramalkan tidak akan pernah muncul kalau model supervise yang dilakukan kepala sekolah seperti di atas.

Reaksi para guru umumnya terhadap fenomena tindakan supervise yang mengarah pada tindakan kepala sekolah yang antidemokratis, otoritarianisme, dan cenderung bersifat tirani, ini sering kali hanya mencari amannya. Sebisanya melakukan apa yang diperintahkan oleh kepala sekolah, dan sedapat mungkin berusaha tidak melakukan apa yang tidak diinginkannya. Kalau bisa menghilang ,guru-guru tersebut cenderung inginnya menghindari perjumpaaan dengan kepala sekolah. Kalau terpaksa bertemu, maka akan bersiap-siap menundukkan wajah atau badan, sambil merapatkan kedua belah telapak tangannya di bagian perut serta jangan lupa mengucapkan ucapan “Selamat pagi, pak !, selamat siang , bapak kepala sekolah !”

2. Kecenderungan dan Masalah Supervisi

Kecenderungan dapat dilihat dari perkembangan kegiatan supervisi di Indonesia selalu berkembang sejalan dengan berkembangnya konsep pada perkembangan global. Berbagai teori yang berkembang pada tataran internasional terus menjadi bahan kajian akademik di berbagai forum pengembangan mutu pendidikan di Indonesia. Masalahnya adalah dampak pada peningkatan mutu pembelajaran belum terukur hasilnya. Supervisi belum menghasilkan data yang sebenarnya diperlukan untuk meningkatkan kinerja. Hingga kini sekolah belum dapat mengukur dan memilah berapa banyak pendidik yang bekerja di atas standar, pada taraf memenuhi standar. Jumlah guru yang under performance seringkali tidak diperoleh datanya dari supervisi, melainkan pada umumnya dari tingkat kehadiran dan keluhan siswa. Jadi, sampai saat ini pelaksanaan supervisi belum berfungsi sebagai instrumen peningkatan mutu yang optimal.

Tugas utama supervisi berada di tangan kepala sekolah. Tugas ini dikuatkan dengan bertambahnya jumlah pengawas sekolah yang diangkat oleh pemerintah untuk membantu sekolah. Namun sayang sekali penugasan pengawas ke sekolah tidak pernah di dukung dengan biaya yang memadai sehingga sebagian beban itu dari waktu ke waktu menjadi tanggungan sekolah. Akibatnya wibawa pengawas di sekolah terganggu dengan dampak psikologis kontribusi finansial sekolah kepada pengawas. Akibatnya, fungsi supervisi tidak berfungsi optimal. Rendahnya kendali terhadap pelaksanaan tugas manajemen sekolah, pada banyak kasus kepala sekolah kurang efektif melakukan supervisi. Terpenuhinya dokumen pelaksanaan tugas supervisi cenderung hanya untuk memenuhi dokumen formal, namun implikasi praktis pada dampak penigkatan mutu melalui sistem pelaksanaan standar supervisi belum terwujud.

3. Supervisi yang ideal

Dalam lima tahun terakhir ini, dalam kaitannya dengan tindakan supervise, setiap kepala sekolah dan pengawas, tidak lagi bisa sewenang-wenang terhadap guru dan pegawai lainnya. Konsep tindakan supervise yang baik perlahan-lahan mulai diterapkan oleh setiap kepala sekolah minimal telah mengantongi sertifikat kursus/ pelatihan manajemen sekolah, bahkan dibeberapa pemerintahan daerah telah ada pula yang di isyaratkan memiliki ijazah S1 manajemen pendidikan. Tindakan supervise, dewasa ini semakin lama semakin mengarah pada bentuk supervise yang lebih professional dan akademik.

Burtondalam purwanto mensyaratkan tindakan supervise yang lebih menitik beratkan pada proses social yaitu adanya kerja sama yang harmonis antara guru supervisor dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar. Jadi tidak ada lagi yang menempatkan guru sebagai subjek pasif. Burton berpendapat “ Supervision is an expert technical service primary aimed at studying and improving cooperatively all factor with affect child growth and development.”[4]

Apa yang dilakukan saat ini oleh sebagian kepal sekolah dalam rangka supervise, sesuai dengan pikiran Burton diatas, telah dapat dikatakan tepat. Dalam hal ini, supervise diarahkan perhatiannya pada dasar-dasar pendidikan dan cara-cara anak belajar dan perkembangannya dalam pencapaian tujuan pendidikan secara umum. Artinya, kepala sekolah adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pencapaian dan peningkatan mutu pendidikan di sekolahnya masing-masing.

Kepala sekolah secara terus menerus melakukan perencanaan bersama guru, monitoring dan supervise dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, serta melakukan evaluasi terhadap kesesuaian antara rencana program dengan pelaksanaan dilapangan. Setelah itu, kembali membuat rencana program yang terbaik secara bersama-sama dengan guru dan seluruh staf.

Kunci keberhasilan kepala sekolah selaku supervisor di sekolahnya adalah mengusahakan peningkatan kemampuan para guru dan stafnya untuk secara bersama-sama mengembangkan situasi belajar mengajar yang kondusif[5]. Peningkatan ini hanya akan dapat dicapai melalui peran komunikasi yang lebih efektif.[6] Komunikasi yang efektif akan menghilangkan kedwiartian antara supervisor dan yang disupervisi[7]. Jadi, apa yang dilakukan kepal sekolah, selaku supervisor di sekolahnya masing-masing amat di tuntut kemampuan berkomunikasi yang baik, sehingga perannya tersebut tidak lagi menjadi sesuatu yang menakutkan atau mengkhawatirkan para guru.

Tidak demikian halnya dengan supervise yang dilakukan oleh para pengawas, jabatan pengawas atau supervisor telah menjadi satu dengan mereka selama ini. Merekalah yang dikenal dalam masyarakat sebagai pengawas/ supervisor. Ini merupakan jabatan yang mereka dapatkan setelah mereka mengabdi selama ini sebagai kepala sekolah. Ini merupakan jabatan karier yang tertinggi bagi para guru. Oleh karena itu, jabatan ini terasa sangat prestisius sehingga banyak diinginkan oleh para mantan kepal sekolah. Dewasa ini, jabatan mereka atau supervisor ini telah mengalami banyak perubahan. Mereka ini sekarang lebih banyak berperan sebagai kunci, yaitu yang menjadi perantara antara pimpinan dinas pendidikan wilayah dengan guru-guru atau personalia lainnya. Juga sebagai orang yang ditengah berfungsi sebagai tempat menumpahkan kepentingan nilai-nilai dan orientasi yang berbeda antara pimpinan dinas pendidikan pada tingkat wilayah dengan guru-guru dan staf lainnya.

D. Rumusan Masalah

Setelah memperhatikan latar belakang, tujuan yang telah dirumuskan dan realitas yang terjadi dilapangan, permasalahan makalah ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah sebenarnya yang dimaksud dengan konsep tindakan supervise?

2. Bagaimanakah fenomena yang terjadi disekolah tentang tindakan supervise yang dilakukan oleh kepal sekolah dan para pengawas?

3. Bagaimana bentuk-bentuk tindakan supervise yang ideal itu?

E. Focus Masalah

Permasalahan yang difokuskan dalam makalah ini ialah bagaimana fenomena yang terjadi di sekolah tentang tindakan supervise yang dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas. Focus ini, hanya tertuju pada upaya untuk menjelaskan tentang apa dan bagaimana fenomena serta upaya untuk mencari solusinya.

  1. Analisis SWOT

1. Kekuatan : Supervisi bukan barang baru.

a. Supervisi bagi kepala sekolah bukanlah hal aneh dan baru. Bagi kepala sekolah setelah zaman kemerdekaan, tugas kompleks kepala sekolah telah menjadi tuntutan.[8]

b. Para guru menyadari betul bawah segala usaha yang dilakukan semata-mata demi tercapainya tujuan pembelajaran yang efektif. Keefektivan ini akan berdampak pada hasil belajar siswa.

c. Kerja sama yang baik dan harmonis antara kepala sekolah, guru dan pegawai lainnya akan melancarkan implementasi program pendidikan yang direncanakan bersama.

d. AdanyaPengawasan atau supervise dari dinas pendidikan kabupaten / kota akan membuat kepala sekolah, guru, dan pegawai lainnya selalu berada pada kondisi siap mengerjakan yang terbaik.

2. Hambatan : Hubungan Atasan dan Bawahan

a. Seringkali pendekatan kepala sekolah selaku supervisor didasari atas hubungan atasan – bawahan

b. Masih adanya sebagian supervior dari dinas pendidikan kabupaten/ kota selain bersikap bagai atasan- bawahan saat menjalankan tugasnya, juga ingin dilayani bagai raja.

c. Sebagian supervisor hanya menunjukkan kesalahan dan kekurangan kinerja kepala sekolah, guru, dan staf tanpa berupaya memberikan solusi pemecahan atau memberikan bagaimana yang seharusnya dan sebaiknya.

3. Tantangan: Mental supervisor

a. Mental supervisor yang tidak jujur akan menghambat hasil kemajuan sekolah yang diawasi karena tidak difokuskan pada fungsi yang sesungguhnya, melainkan hanya memikirkan amplop semata.

b. Pola hubungan atasan bawahan yang dikondisikan seabagai sisa peningggalan orde baru membuat kinerja kepala sekolah, guru, dn staf kurang efektif. Selalu merasa dibawah tekanan.

4. Peluang : kesadaran kepala sekolah dan guru

a. Fungsi kepala sekolah sebagai supervisor dalam administrasi pendidikan telah disdari sepenuhnya oleh kepal sekolah dan telah bis dijalankan.

b. Tugas guru yang utama, baik untuk keperluan di awsi atau tidak selalu mengacu pada perbaikan hasil belajar siswa.

G. Temuan : Kondisi Objektif

Berdasarkan pada latar belakang, tujuan, permasalahan,serta realitas di lapangan, setelah melakukan analisis, beberapa hal penting sebagai berikut:

1. Supervisi pada tingkat sekolah amat efektif jika dilakukan langsung oleh kepala sekolah.

2. Supervisi akan berjalan baik dengan tercapainya target keberhasilan sebagaimana direncanakan jika kepala sekolah menjadikan para guru dan pegawai lainnya sebagai mitra kerja.

3. Fungsi supervise yang dilaksanakan oleh sebagian supervisor telah melenceng dari konsep yang seharunya sehingga proses pengawasan berjalan tidak efektif.

4. Sebagian dari para pengawas masih senang menggunakan pola kerja atasan bawahan

5. Konsekuensi dari butir 4 diatas melahirkan suatu sikap para kepala sekolah, guru, dan pegawai lainnya yang asal bapak senang.

6. Supervisor datang ke sekolah tidak tentu waktunya,di stu sisi hal itu berdampak baik karena kepala sekolah, guru, dan para pegawai selalu bersiaga selalu melakukan hal terbaik bagi sekolahnya. Akan tetapi disisi lain hal itu membuat kalang kabut orang lain karena tujuannya yang lain.

H. Kesimpulan

1. Definisi supervise masih disalah artikan dan disalah gunakan oleh para supervisor.

2. Supervisi yang dilakukan kepala sekolah akan lebih baik jika dapat mewujudkan hubungan yang harmonis/ akrab antara kepala sekolah, guru dan pegawai lainnya

3. Supervise cukup dilakukan oleh kepala sekolah.

4. Kalau di mungkinkan, supervise (pengawas) harus menyadari betul fungsi jabatanya dan perlu ada control dari atasannya lagi secara langsung dan simultan (dari Dinas pendidikan kabupaten/kota atau dari dinas pendidikan propinsi)

  1. Saran dan rekoendasi

1. Para kepala sekolah di sarankan agar menguasai ilmu manajemen pendidikan

2. Para kepala sekolah diharapkan dapat menjadikan guru dan pegawai lainnya sebagai mitra kerja, bukan dianggap sebagai bawahan semata

3. Para pengawas diharapkan lebih memahami benar fungsi dan peran supervise dan dapat menjalankan peran dan fungsinya tersebut sebagai mestinya.

4. Siapa pun yang terlibat pada proses supervise ini dituntut kejujuran dan tanggung jawab sebesar-besarnya demi pendidikan yang kian bermutu.

Daftar pustaka

Purwanto, M. Ngalim. 2002, Administrasi dan supervise Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda karya.

Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional Indonesia.

PP nomor 30 tahun 1999 tentang penyelenggaraan pendidikan Tinggi.

Dun, William. 1996 Analisis kebijakan public. Jogjakarta- Handita Graha Widya

Robbin Stephen, Perilaku organisasi ( Jakarta : presindo, 1997)

Arikunto Suharsimi. Organisasi dan administrasi teknologi kejuruan ( Jakarta : depdikbud 1988)

Sudiyono. Peran komunikasi bagi supervisor” jurnal eccopesion



[1] M. Ngalim Purwanto. Administrasi dan supervise pendidikan ( bandung: Remaja Rosdakarya, 2002) hlm .20

[2] Ibid, hlm 117

[3] Ibid, hlm 118

[4] Ibid

[5] Suharsimi Arikunto. Organisasi dan Administrasi teknologi kejuruan. ( Jakarta: Depdikbu,1988)

[6] Stephen Robbin, Perilaku organisasi ( Jakarta : Preshindo, 1997)

[7] Sudiyono. Peran komunikasi bagi supervisor” jurnal eccopesion

[8] Ngalim purwanto, Opcit, hlm 75

Tidak ada komentar:

Etika Orang Yang berilmu

ETIKA ORANG YANG BERILMU Juli Astuti, M.Pd [1] Ilmu merupakan sebaik-baiknya perbuatan Amal shaleh, ia juga merupakan sebaik- baiknya a...